Memasuki
bulan keenam semester ganjil 2013-2014, seluruh lembaga pendidikan baik negerii
maupun swasta tengah sibuk melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS), tak
terkecuali MTs dan MA Islamiyah Attanwir yang juga melakukan hal serupa. Tapi
tak seperti lembaga pendidikan pada umumnya, di Attanwir proses ujian
dilaksanakan lebih lama serta dengan sistem pelaksanaan ujian yang agak
berbeda. Kalau di madrasah lain, rata-rata pelaksanaan ujian hanya seminggu
sedang kan di Attanwir pelaksanaan UAS bisa sampai setengah bulan. Hal itu
terjadi lantaran MTs dan MA Islamiyah Attanwir menerapkan sistem ujian lisan (Al
Imtihanus Syafahi) bagi para peserta didiknya sebagai syarat yang harus dipenuhi sebelum
mereka mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) serta menambahkan beberapa muatan
lokal yang turut diujikan di dalam UAS.
Beberapa
muatan lokal tersebut rata-rata adalah pelajaran agama mengingat MTs dan MA
Attanwir adalah madrasah yang sangat kental dengan nilai-nilai keislaman dan
berbasiskan pondok pesantren. Tak aneh rasanya jika soal-soal yang diberikan
kepada siswa tak seperti soal-soal pada umumnya. Soal yang diberikan lebih
mengedapankan ketajaman daya pikir serta daya ingat siswa untuk menjawab
pertanyaan yang tercantum dalam lembar soal tersebut. Selain itu, siswa juga
dituntut untuk memberikan jawaban berupa uraian bukan lagi berbasis pada
pilihan ganda. Namun, mata pelajaran yang berlaku secara Nasional tetap
menggunakan soal- soal dari Kementerian Agama sebagai induk madrasah secara
formal dengan format soal pilihan ganda.
Menjelaskan hal tersebut, Drs. Mustam
selaku Kepala Sekolah MA Islamiyah Attanwir me ngatakan mekanisme ujian
tersebut memang sudah menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri bagi Attanwir.
Di samping menggunakan kurikulum dari Kemenag, MA Islamiyah Attanwir juga
menggunakan kurikulum Pondok Pesantren.
“Semuanya
kita masukkan, baik kurikulum Kemenag maupun Pondok Pesantren. Jadi tidak ada
yang setengah-setengah, semuanya kami
berikan kepada peserta didik 200 %,” terangnya.
Tak
hanya berhenti sampai di situ. Untuk menjaga kemurnian hasil ujian para peserta
didiknya, pihak madrasah juga menerapkan penempatan lokasi tempat duduk yang hetorgen.
Mereka diacak dari beberapa kelas yang berbeda dan diawasi langsung oleh satu
orang guru yang berbeda tiap harinya selama pelaksanaan UAS. Selanjutnya, pintu
kelas dikunci kembali setiap jeda atau saat istirahat guna menyeterilkan ruang
kelas agar tetap bersih dan terjaga keamanannya.
“Semester ini sebanyak 3550 siswa tengah
mengikuti jalannya UAS, dengan rincian 2075 siswa MTs dan 1475 siswa MA yang
terbagi kedalam 100 ruang ujian” terang Ust. Hadi selaku ketua pelaksana UAS.
Sementara itu, untuk membantu jalannya
ujian agar dapat berjalan lancar, pihak madrasah menyiapkan 130 orang guru yang
bertugas sebagai pengawas serta beberapa orang guru lainnya yang bertugas
sebagai “ambulance” .
“Biasanya ada beberapa ruang ujian
yang kekurangan lembar soal maupun lembar jawaban. Untuk mengantisipasi hal
tersebut, kami menempatkan beberapa orang “ambulance” di beberapa titik lokasi
strategis yang bisa dijangkau oleh pengawas apabila hal tersebut terjadi”
terang Ust. Hadi, ketua pelaksana ujian.
Saat ditanya terkait penggunaan kata “ambulance”
bagi guru yang bertugas untuk menyuplai kekurangan soal dan lembar jawaban
tersebut, pengampu mata pelajaran Bahasa Ing gris ini mengatakan tidak ada
makna khusus terkait hal tersebut. Istilah ini digunakan, mengingat tugas para
guru tersebut adalah mengantarkan kekurangan soal dan sesekali menggantikan
guru-guru yang berhalangan hadir untuk mengawasi.
“Memang
banyak yang menanyakan istilah “ambulance” ini. Namun, seperti
apa yang saya sampaikan tadi, tidak ada makna khusus dari penggunaan kata
tersebut” pungkasnya.(mun)
0 comments:
Post a Comment