Monday, January 6, 2014

Menengok Sisi Unik Pelaksanaan UAS di Attanwir



Memasuki bulan keenam semester ganjil 2013-2014, seluruh lembaga pendidikan baik negerii maupun swasta tengah sibuk melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS), tak terkecuali MTs dan MA Islamiyah Attanwir yang juga melakukan hal serupa. Tapi tak seperti lembaga pendidikan pada umumnya, di Attanwir proses ujian dilaksanakan lebih lama serta dengan sistem pelaksanaan ujian yang agak berbeda. Kalau di madrasah lain, rata-rata pelaksanaan ujian hanya seminggu sedang kan di Attanwir pelaksanaan UAS bisa sampai setengah bulan. Hal itu terjadi lantaran MTs dan MA Islamiyah Attanwir menerapkan sistem ujian lisan (Al Imtihanus Syafahi) bagi para peserta didiknya  sebagai syarat yang harus dipenuhi sebelum mereka mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) serta menambahkan beberapa muatan lokal yang turut diujikan di dalam UAS.

Beberapa muatan lokal tersebut rata-rata adalah pelajaran agama mengingat MTs dan MA Attanwir adalah madrasah yang sangat kental dengan nilai-nilai keislaman dan berbasiskan pondok pesantren. Tak aneh rasanya jika soal-soal yang diberikan kepada siswa tak seperti soal-soal pada umumnya. Soal yang diberikan lebih mengedapankan ketajaman daya pikir serta daya ingat siswa untuk menjawab pertanyaan yang tercantum dalam lembar soal tersebut. Selain itu, siswa juga dituntut untuk memberikan jawaban berupa uraian bukan lagi berbasis pada pilihan ganda. Namun, mata pelajaran yang berlaku secara Nasional tetap menggunakan soal- soal dari Kementerian Agama sebagai induk madrasah secara formal dengan format soal pilihan ganda.
Menjelaskan hal tersebut, Drs. Mustam selaku Kepala Sekolah MA Islamiyah Attanwir me ngatakan mekanisme ujian tersebut memang sudah menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri bagi Attanwir. Di samping menggunakan kurikulum dari Kemenag, MA Islamiyah Attanwir juga menggunakan kurikulum Pondok Pesantren.
“Semuanya kita masukkan, baik kurikulum Kemenag maupun Pondok Pesantren. Jadi tidak ada yang setengah-setengah, semuanya kami  berikan kepada peserta didik 200 %,” terangnya.
Tak hanya berhenti sampai di situ. Untuk menjaga kemurnian hasil ujian para peserta didiknya, pihak madrasah juga menerapkan penempatan lokasi tempat duduk yang hetorgen. Mereka diacak dari beberapa kelas yang berbeda dan diawasi langsung oleh satu orang guru yang berbeda tiap harinya selama pelaksanaan UAS. Selanjutnya, pintu kelas dikunci kembali setiap jeda atau saat istirahat guna menyeterilkan ruang kelas agar tetap bersih dan terjaga keamanannya.

 “Semester ini sebanyak 3550 siswa tengah mengikuti jalannya UAS, dengan rincian 2075 siswa MTs dan 1475 siswa MA yang terbagi kedalam 100 ruang ujian” terang Ust. Hadi selaku ketua pelaksana UAS.
Sementara itu, untuk membantu jalannya ujian agar dapat berjalan lancar, pihak madrasah menyiapkan 130 orang guru yang bertugas sebagai pengawas serta beberapa orang guru lainnya yang bertugas sebagai “ambulance” .
“Biasanya ada beberapa ruang ujian yang kekurangan lembar soal maupun lembar jawaban. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kami menempatkan beberapa orang “ambulance” di beberapa titik lokasi strategis yang bisa dijangkau oleh pengawas apabila hal tersebut terjadi” terang Ust. Hadi, ketua pelaksana ujian.
Saat ditanya terkait penggunaan kata “ambulance” bagi guru yang bertugas untuk menyuplai kekurangan soal dan lembar jawaban tersebut, pengampu mata pelajaran Bahasa Ing gris ini mengatakan tidak ada makna khusus terkait hal tersebut. Istilah ini digunakan, mengingat tugas para guru tersebut adalah mengantarkan kekurangan soal dan sesekali menggantikan guru-guru yang berhalangan hadir untuk mengawasi.
“Memang banyak yang menanyakan istilah “ambulance” ini. Namun, seperti apa yang saya sampaikan tadi, tidak ada makna khusus dari penggunaan kata tersebut” pungkasnya.(mun)


0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes