Thursday, April 24, 2014

Umi Khorirotin Nasichah Konselor P2TP2A Kabupaten Malang



Menjadi seorang konselor atau penyuluh di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) tentunya bukanlah cita-cita masa kecilnya. Terlebih lagi, pekerjaan yang ia lakukan saat ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan jurusan Matematika yang ia pilih saat kuliah di UIN Maliki Malang. Lalu, bagaimana ceritanya Umi Khorirotin Nasichah, alumni Attanwir tahun 2007 ini lebih konsen ke ilmu psikologi dan hukum dari pada matematika yang menjadi jurusannya saat kuliah. Yuk, kita simak profil singkatnya berikut ini.

Merantau ke kota kembang dan kuliah di salah satu PTN ternama di Malang menjadi pilihannya pasca lulus dari Aliyah. Disana, wanita yang berasal dari Desa Ngemplak Kecamatan Baureno ini memilih jurusan Matematika di Fakultas Saintek UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan harapan seuasai lulus nanti minimal akan menjadi seorang guru seperti kebanyakan alumni lainnya. Namun, harapan masa lalunya tersebut akhirnya tak pernah terealisasi. Sebab, karena keaktifannya mengikuti dan mempelajari isu-isu perempuan dan anak selama menjadi aktifis PMII ini telah mengantarkannya menjadi Konselor di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Malang.

“Kebetulan saat menjadi aktifis saya banyak belajar tentang isu perempuan dan anak sehingga saat ada tawaran untuk mengabdi di P2TP2A, saya tak menolak” katanya.

Wanita yang telah menikah pada tahun 2012 ini menjelaskan sebagai seorang konselor ia bertugas untuk mendampingi perempuan dan anak korban kekerasan dengan melakukan proses rehabilitasi berupa pendampingan psikologis, kesehatan, spiritual, hukum, serta melakukan trauma healing agar korban bisa melupakan trauma akibat kekerasan yang telah dialaminya sampai akhirnya mereka siap kembali ke lingkungannya.

“Di P2TP2A kami menangani ratusan kasus kekerasan, mulai dari pemerkosaan, KDRT, perebutan anak, anjal, anak terlantar dan lain sebagainya. Akan tetapi, kebanyakan yang terjadi adalah kasus kekerasan seksual (pemerkosaan)” terangnya.

Istri dari Winartono ini menambahkan, hal yang paling sulit dalam proses pendampingan adalah memulihkan kejiwaan korban pemerkosaan. Terlebih lagi, kalau korban masih dalam kategori anak-anak atau remaja dan hamil akibat peristiwa tersebut. Maka, pendampingan yang dilakukan pun harus lebih intensif.

“Biasanya untuk kasus-kasus seperti itu kami melakukan pendapingan secara intensif selama 4-6 bulan sampai mereka dapat hidup normal kembali seperti sedia kala” ujarnya.

Pengurus Cabang Fatayat NU Kabupaten Malang ini mengatakan rata-rata korban berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga tak jarang pihaknya pun turut mencarikan beasiswa ataupun modal untuk mereka bersekolah dan membuka usaha.

“Jika korban masih berstatus pelajar, kami turut mencarikan beasiswa bagi meraka agar dapat melanjutkan pendidikannya kembali. Kalaupun korban memiliki anak, kamipun masih memberikan bantuan untuk mereka, minimal membelikan susu untuk bayi korban. Namun, kalau korban adalah perempuan dewasa, kami juga mengupayakan agar mereka hidup mandiri dengan memberikan mereka modal usaha yang dananya kami ambilkan dari APBD ataupun sumber lainnya yang halal dan tidak mengikat seperti Dinas Sosial, Lazis, dan orang-orang yang memang peduli” imbuhnya.


Sebagai seorang konselor, tentunya ia harus banyak belajar tentang psikologi dan hukum. Sebab, pekerjaannya saat ini menuntutnya untuk bisa memahami kondisi kejiwaan korban serta langkah-langkah hukum apa yang harus diambil untuk menolong para korban yang didampinginya tersebut.

“Di P2TP2A saya banyak belajar ilmu psikologi dan hukum dari teman-teman konselor lainnya yang lebih dulu ada di P2TP2A. Selain itu, saya juga punya beberapa sahabat karib, diantaranya adalah seorang sarjana psikologi yang juga bergelut di bidang yang sama dengan saya, hanya saja beda kota dan seorang lagi master hukum yang sekarang  berprofesi sebagai advokat di kota Surabaya. Disamping itu, di waktu-waktu luang, saya juga banyak membaca buku-buku maupun artikel-artikel psikologi serta undang-undang yang berkaitan dengan kasus yang sedang saya tangani” akunya.

Terakhir, wanita berparas cantik ini berpesan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dihindari apabila ada perhatian dari lingkungan sekitar mereka. Karena, hampir semua anak yang menjadi korban kekerasan adalah mereka yang berasal dari keluarga bermasalah (cerai, kurang kasih sayang, tidak harmonis, ortu nakal, buruh migran) dan keluarga miskin. Maka, sebisa mungkin orang tua melindungi anak-anaknya dengan membentuk pola komunikasi yang baik dengan anak, menjadi sahabat anak, mengikuti perkembangan anak dengan cara memantau lewat sekolah, HP, dan sosial media milik mereka.
Selain itu, orang tua harus selalu memberikan pengertian kepada anak untuk selalu menjaga tubuhnya agar tidak dι̥sentuh oleh orang lain selain dirinya. Apa yang boleh dan tidak boleh di sentuh oleh orang lain. Memberikan kasih sayang dan perhatian dengan menjadi sahabat anak agar dia tidak mencari orang lain untuk mendapatkan kasih sayang. Waspadai semua orang d sekitar anak, karena semua orang berpeluang menjadi pelaku kekerasan. Anak harus diajari menceritakan semua yang sudah dialaminya agar bila terjadi kekerasan bisa tindak secara dini.

“Kenali siapapun dι̥sekitar anak kita, tetapi jangan mnunjukkan over protektif kita ke anak, itu justru akan membuat anak tidak nyaman. Yang terpenting ciptakan suasana nyaman dalam keluarga agar anak lebih betah dι̥ rumah” pungkasnya.

1 comments:

mas awang said...

Semoga bermanfaat

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes