Oleh : Muhibbatul Laili
Suasana masuk pertama setelah liburan
pagi ini terasa begitu berbeda. Entah karena taman di depan kelas yang terlihat
kotor dengan daun-daun kering yang berserakan atau cat dinding kelas yang sudah
mulai memudar, atau karena hal lain.
Sesampainya di depan pintu kelas,
hawa pengap penuh debu menyambutku. Maklumlah sudah lebih dari seminggu tak
pernah dibersihkan oleh penghuninya. Di sudut ruangan itu, terlihat beberapa
siswa tengah bergerombol sedang mengerjakan sesuatu dengan bahu masih menenteng
tas ransel hitam dan fikiran yang masih bertanya-tanya tentang apa yang mereka
kerjakan.
What!
Ternyata ada tugas kimia. Parahnya, aku lupa belum mengerjakannya. Pelajaran
yang setengah mati aku benci. Apalagi guru berkaca mata itu selalu menunjukku
untuk maju mengerjakannya di papan tulis. Seketika itu pula, aku langsung pergi
menuju tempat dudukku di baris kedua tak jauh dari pintu masuk.
Di tempat itu, Linlin dan Hinhin
telah datang duluan. Mereka terlihat santai tak seperti teman-teman sekelas
lainnya yang tengah sibuk mengerjakan tugas.
“Eh Lin, Hin, kalian udah ngerjain tugas Kimia belum?”
tanyaku pada mereka.
“Ya udahlah…………”sambar Linlin seketika
“Emang kamu belum mengerjakan ya?” imbuh
Linlin yang langsung kuja
wab dengan anggukan kepala.
“Eh Lin, Yinyin ndak usah diberikan contekan, biar dikerjakan sendiri! Salahnya
sendiri,” sahut Hinhin.
“Jangan gitu dong….! Nanti kalau aku
ditunjuk maju ke depan bagaimana? Nanti aku dihukum dong!” sahutku menghiba.
“Biarin….”sahut
Hinhin Kembali.
Aku langsung membuka buku tugasku dan
melihat beberapa soal yang sudah aku tulis.
1.
Sebanyak 12,8 gram Naftelena dibakar sempurna dalam Kalorimeter. Massa air di
dalamnya 400 gram. Akibat reaksi tersebut suhu air naik dari 45,49 menjadi
30,49 0C. Tentukan Q, untuk pembakaran Naftelena dalam satuan
kalori/mol
Untuk menjawabnya, kucari-cari rumusnya di dalam buku cacatanku.
“Yes, ketemu” pekikku
Lalu, langsung saja aku kerjakan, tapi setelah aku cocokkan
dengan jawaban Linlin dan Hinhin ternyata jawabanku tidaklah sama dengan
mereka. Jawabanku bernilai 2000, sementara jawaban mereka berdua bernilai
20.000
“Dapat tambahan 0 dari mana ya?”
gerutuku dalam hati.
Karena penasaran, akhirnya kutanyakan
pada mereka bagaimana caranya mereka mendapat hasil akhir 20.000. Akan tetapi,
mereka malah ngobrol seru seolah-olah
tak mendengarkan apa yang aku tanyakan.
“Tet…..tet……tet……” bel masuk telah
dibunyikan pertanda bahwa pelajaran pertama hendak dimulai. Aku semakin gelisah.
Ditambah lagi guru berkaca mata itu sudah terlihat dari jendela ruang kelasku.
“Selamat pagi anak-anak,” sapanya
hendak memulai pelajaran membuat jatungku berdetak kencang serasa hendak copot
meloncat keluar.
“Rinrin, maju dan kerjakan tugas yang
bapak berikan kemarin,” perintah guru berkaca mata itu kepada salah satu
temanku.
“Huft……untungnya bukan aku yang
ditunjuknya” gumamku dalam hati.
Ternyata jawaban Rinrin salah, untuk
sementara dia berdiri di depan kelas
“Yinyin, maju!” perintahnya
mengagetkanku.
Aku terdiam sebentar. Kucoba mengatur nafasku yang mulai
terasa berat. Lalu, kuberanikan diri maju memenuhi perintah guru tersebut. Kutulis
dulu rumusnya, q = m.c. T , q =
400.1.5=2000.
“Masih salah” kata guru berkaca mata
itu.
Aku bingung, dimana letak kesalahannya.
“Sebenarnya, jawabanmu sudah
mendekati, tinggal dibagi dengan mol metafena saja.
“Maaf pak, saya kurang tahun
bagaimana rumusnya,” kataku terus terang.
Akhirnya, setelah berpikir lumayan
lama, dapat juga aku menyelesaikan tugas tersebut.
q = m.c. T , q =400.1.5=2000
mol = 12,8 / 12,8 =0,1
q = 2000/0,1 = 20.000
“Ya, itu baru betul,” kata pak guru.
“Heeeeeeem, selamat juga aku hari
ini” desisku pelan.
0 comments:
Post a Comment