Menulis itu menyenangkan. Terlebih lagi, kalau tulisan itu
berhasil diterbitkan dan dijadikan sebuah buku ataupun novel sehingga dapat
dinikmati masyarakat, pastilah akan sangat membanggakan.
Begitulah kiranya apa yang dirasakan
alumni Attanwir yang satu ini. Berawal dari hobinya menulis semenjak masih
duduk di bangku MTs. Kini, apa yang ia cita-citakan sewaktu masih sekolah dulu
akhirnya benar-benar menjadi kenyataan.
Novel pertamanya berhasil terbit dan menjadi sebuah kebanggaan
tersendiri bagi dirinya, mengingat bagaimana perjuangannya selama menulis karya
tersebut bisa dikatakan sangat berliku dan penuh dengan rintangan.
Imronah
Nur Latifah, alumni MA Islamiyah Attanwir tahun 2007 ini benar-benar tahu apa
yang menjadi impiannya dan bagaimana cara merealisasikannya. Berbagai macam
upaya ia lakukan agar tulisannya tidak hanya menjadi koleksinya pribadi. Akan
tetapi, lebih dari itu karya-karyanya dapat pula dinikmati oleh orang lain
dalam bentuk cetak dan diterbitkan oleh penerbit.
“Berbagai upaya saya lakukan agar
novel ini bisa dinikmati oleh masyarakat. Salah satunya yakni dengan cara
mengirimkannya kepada berbagai penerbit. Alhamdulillah,
ada yang bersedia menerbitkannya,” akunya bangga. Saat ditanya tentang awal
mulanya belajar menulis, tenaga edukatif bahasa Arab di MTs Khusnul Khotimah,
Kuningan, Jawa Barat ini mengatakan bahwa ia belajar menulis secara otodidak
sejak MTs dan sering membaca karya-karya pengarang lain seperti halnya
Habiburrohman El-syi razy, Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Abina Ihya’ Ulimiddin,
dan Gus Awi.
“Saya mulai tertarik untuk menulis
semenjak duduk di bangku Tsanawiyah dan berlanjut hingga Aliyah. Kalau, saat
masih di MTs dulu saya me nulis untuk diri sendiri. Namun, saat Aliyah saya
sudah berani menampilkannya pada mading madrasah” jelasnya.
Lulusan Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci,
Manyar, Gresik ini mengatakan bahwa sebenarnya novel pertamanya yang berjudul,
“Samudra Kesetiaan” ini telah ditulis sewaktu masih kuliah dulu. Namun, karena
ada larangan tidak boleh membawa barang elektornik (termasuk laptop) di pesantren
tempatnya mondok, akhirnya novel tersebut hanya ditulis pada sobekan-sobekan
kertas saat ada waktu senggang, baik di kampus maupun di pondok.
“Sebenarnya karya ini telah lama saya
tulis, lebih tepatnya saat saya masih kuliah di INKAFA. Namun, saat itu
belumlah berupa ketikan komputer, akan tetapi masih berupa tulisan tangan dan
itupun tidak utuh pada satu buku tulis, melainkan tersebar pada sobekan-sobekan
kertas yang akhirnya saya kumpulkan menjadi satu sebelum akhirnya saya
rentalkan,” jelasnya mengenang.
Gadis yang pernah aktif di ekstrakurikuler kaligrafi
semasa sekolah di Attanwir dulu ini mendapatkan inspirasi menulis novel dari
curhatan teman-temannya serta melihat langsung di kehidupan nyata. Akhirnya ia
padukan dengan imajinasinya, sehingga jadilah novel yang berjudul “Samudra
Kesetiaan”
“Novel
ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang mempunyai semangat tinggi
untuk terus belajar dan berdakwah. Bahkan, karena sibuknya dengan aktivitas
tersebut, sampai umurnya yang ke-27, ia belum berpikir untuk menikah. Padahal,
banyak pemuda yang tengah jatuh hati kepadanya. Seperti halnya Asyraf, anak
pengusaha kertas dari Sidoarjo, Syafi’,
yang merupakan putra Kyai. Ada juga Dimas, pemuda anak konglome rat di
daerahnya. Bahkan sederet pemuda yang bisa dikatakan cukup sempurna menurut
pandangan orang lain tak ada satupun yang bisa membuat hatinya mantap untuk
melangsungkan pernikahan. Menurutnya, bila ia harus menikah, tentunya calon
suami yang menjadi impiannya adalah seorang pemuda yang bagus agama dan
akhlaknya. Lalu, akankah gadis itu mendapatkan calon suami yang sesuai dengan
apa yang diharapkan? Atau mungkinkah gadis itu akan menjadi perawan tua, Karena
tak mendapatkan seorang suami yang sesuai dengan kriterianya itu,” terangnya
membocorkan.
Selain Novelnya yang telah terbit,
tulisan-tulisannya yang lain juga sudah sering dimuat di berbagai majalah, baik
yang berupa artikel maupun puisi.
“Untuk karya
yang lain, Alhamdulillah sudah pernah dimuat oleh beberapa buletin dan majalah.
Seperti halnya bulletin HMJ PBA kampus dan majalah “ANNIDA,” ungkapnya.
Terakhir, peraih the best ten
pada haflah akhirissanah menjelang kelulusannya di Attanwir ini berpesan agar
para siswa yang tengah menempuh pendidikannya di Attanwir tidak mengerdilkan
minat dan bakat mereka saat ini. Bisa jadi, hal itu akan menemui puncaknya pada
masa mendatang bila terus diasah dan dikembangkan. Selain itu, ia berharap
pihak madrasah memiliki kepedulian yang lebih kepada pada anak-anak yang
memiliki bakat-bakat tertentu, seperti bakat menulis dan mengarahkan mereka
untuk lebih berprestasi.
“Saya berharap, saat ini Attanwir
tidak hanya berfokus pada akhlak dan kemampuan siswa saja dalam hal pelajaran.
Akan tetapi, pengembangan-pengembangan diri yang lain juga harus lebih
digalakkan lagi, seperti halnya jurnalistik yang saat ini mulai marak
dikembangkan oleh madrasah-madrasah negeri dan swasta” pungkasnya.(mun)
0 comments:
Post a Comment