Monday, January 6, 2014

Imronah Nur Latifah, Penulis Novel "Samudra Kesetian"



Menulis itu menyenangkan. Terlebih lagi, kalau tulisan itu berhasil diterbitkan dan dijadikan sebuah buku ataupun novel sehingga dapat dinikmati masyarakat, pastilah akan sangat membanggakan.
Begitulah kiranya apa yang dirasakan alumni Attanwir yang satu ini. Berawal dari hobinya menulis semenjak masih duduk di bangku MTs. Kini, apa yang ia cita-citakan sewaktu masih sekolah dulu akhirnya benar-benar menjadi kenyataan.  Novel pertamanya berhasil terbit dan menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi dirinya, mengingat bagaimana perjuangannya selama menulis karya tersebut bisa dikatakan sangat berliku dan penuh dengan rintangan.
Imronah Nur Latifah, alumni MA Islamiyah Attanwir tahun 2007 ini benar-benar tahu apa yang menjadi impiannya dan bagaimana cara merealisasikannya. Berbagai macam upaya ia lakukan agar tulisannya tidak hanya menjadi koleksinya pribadi. Akan tetapi, lebih dari itu karya-karyanya dapat pula dinikmati oleh orang lain dalam bentuk cetak dan diterbitkan oleh penerbit.

“Berbagai upaya saya lakukan agar novel ini bisa dinikmati oleh masyarakat. Salah satunya yakni dengan cara mengirimkannya kepada berbagai penerbit. Alhamdulillah, ada yang bersedia menerbitkannya,” akunya bangga. Saat ditanya tentang awal mulanya belajar menulis, tenaga edukatif bahasa Arab di MTs Khusnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat ini mengatakan bahwa ia belajar menulis secara otodidak sejak MTs dan sering membaca karya-karya pengarang lain seperti halnya Habiburrohman El-syi razy, Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Abina Ihya’ Ulimiddin, dan Gus Awi.
“Saya mulai tertarik untuk menulis semenjak duduk di bangku Tsanawiyah dan berlanjut hingga Aliyah. Kalau, saat masih di MTs dulu saya me nulis untuk diri sendiri. Namun, saat Aliyah saya sudah berani menampilkannya pada mading madrasah” jelasnya.
Lulusan Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA) Suci, Manyar, Gresik ini mengatakan bahwa sebenarnya novel pertamanya yang berjudul, “Samudra Kesetiaan” ini telah ditulis sewaktu masih kuliah dulu. Namun, karena ada larangan tidak boleh membawa barang elektornik (termasuk laptop) di pesantren tempatnya mondok, akhirnya novel tersebut hanya ditulis pada sobekan-sobekan kertas saat ada waktu senggang, baik di kampus maupun di pondok.
“Sebenarnya karya ini telah lama saya tulis, lebih tepatnya saat saya masih kuliah di INKAFA. Namun, saat itu belumlah berupa ketikan komputer, akan tetapi masih berupa tulisan tangan dan itupun tidak utuh pada satu buku tulis, melainkan tersebar pada sobekan-sobekan kertas yang akhirnya saya kumpulkan menjadi satu sebelum akhirnya saya rentalkan,” jelasnya mengenang.
Gadis yang  pernah aktif di ekstrakurikuler kaligrafi semasa sekolah di Attanwir dulu ini mendapatkan inspirasi menulis novel dari curhatan teman-temannya serta melihat langsung di kehidupan nyata. Akhirnya ia padukan dengan imajinasinya, sehingga jadilah novel yang berjudul “Samudra Kesetiaan”
“Novel ini menceritakan tentang kehidupan seorang gadis yang mempunyai semangat tinggi untuk terus belajar dan berdakwah. Bahkan, karena sibuknya dengan aktivitas tersebut, sampai umurnya yang ke-27, ia belum berpikir untuk menikah. Padahal, banyak pemuda yang tengah jatuh hati kepadanya. Seperti halnya Asyraf, anak pengusaha kertas dari Sidoarjo, Syafi’,  yang merupakan putra Kyai. Ada juga Dimas, pemuda anak konglome rat di daerahnya. Bahkan sederet pemuda yang bisa dikatakan cukup sempurna menurut pandangan orang lain tak ada satupun yang bisa membuat hatinya mantap untuk melangsungkan pernikahan. Menurutnya, bila ia harus menikah, tentunya calon suami yang menjadi impiannya adalah seorang pemuda yang bagus agama dan akhlaknya. Lalu, akankah gadis itu mendapatkan calon suami yang sesuai dengan apa yang diharapkan? Atau mungkinkah gadis itu akan menjadi perawan tua, Karena tak mendapatkan seorang suami yang sesuai dengan kriterianya itu,” terangnya membocorkan.        
Selain Novelnya yang telah terbit, tulisan-tulisannya yang lain juga sudah sering dimuat di berbagai majalah, baik yang berupa artikel maupun puisi.
“Untuk karya yang lain, Alhamdulillah sudah pernah dimuat oleh beberapa buletin dan majalah. Seperti halnya bulletin HMJ PBA kampus dan majalah “ANNIDA,” ungkapnya.
Terakhir, peraih the best ten pada haflah akhirissanah menjelang kelulusannya di Attanwir ini berpesan agar para siswa yang tengah menempuh pendidikannya di Attanwir tidak mengerdilkan minat dan bakat mereka saat ini. Bisa jadi, hal itu akan menemui puncaknya pada masa mendatang bila terus diasah dan dikembangkan. Selain itu, ia berharap pihak madrasah memiliki kepedulian yang lebih kepada pada anak-anak yang memiliki bakat-bakat tertentu, seperti bakat menulis dan mengarahkan mereka untuk lebih berprestasi.
“Saya berharap, saat ini Attanwir tidak hanya berfokus pada akhlak dan kemampuan siswa saja dalam hal pelajaran. Akan tetapi, pengembangan-pengembangan diri yang lain juga harus lebih digalakkan lagi, seperti halnya jurnalistik yang saat ini mulai marak dikembangkan oleh madrasah-madrasah negeri dan swasta” pungkasnya.(mun)
 



0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes